Place your ads here 468x60 px

Wednesday, August 22, 2012

Umat Muslim Salad Id, Kebaktian Gereja Diundur


Jika ingin menyaksikan indahnya kebersamaan beragama, tengoklah jemaah Masjid Al Hikmah dan jemaah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan Kratonan Solo. Mereka tak hanya disatukan dalam dua rumah ibadah yang bergandengan, namun juga terbiasa bergandengan hidup dalam keyakinan yang berbeda.

Pagi hari di awal Lebaran itu, Minggu (19/8/2012), seribuan lebih umat muslim berduyun-duyun memadati pelataran Masjid Al Hikmah. Suara takbir kemenangan pun menggema. Tepat di sebelah selatan masjid itu, sebuah gereja bersejarah yang dibangun sejak 1929 tampak hening dan tenang. Pintu pagarnya terkunci rapat. Tak ada suara puji-pujian atau senandung doa seperti hari-hari biasanya. Namun, di balik keheningan itu tersimpan sejuta makna. Pelataran geraja yang kosong dan luas itu rupanya sengaja disiapkan untuk memberi tempat bagi umat muslim yang akan menunaikan sembahyang Salat Idul Fitri. Tak hanya itu, emperan toko-toko milik warga non muslim juga digunakan untuk tempat salat Idul Fitri.

“Padahal, pagi pukul 06.00 WIB ini, mestinya jemaah GKJ Joyodiningratan juga ada kebaktian. Namun, demi kami, mereka mengundur acara kebaktiannya pukul 10.00 WIB nanti,” kata M Nasir Abu Bakar, Ketua Takmir Masjid Al Hikmah Kratonan kepada Espos seusia salat Idul Fitri.

Ya, Masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan memang melekat dalam satu tembok. Keduanya memiliki alamat yang sama, yakni Jl Gatot Subroto No 222. Sejarah berdirinya dua tempat ibadah itu pun diilhami oleh semangat universal yang sama, yakni menjaga nilai-nilai cinta antarumat beragama. “Masjid Al Hikmah ini berdiri di tanah wakaf Gereja. Para pendiri ingin mengajarkan keindahan hidup berdampingan dalam perbedaan,” jelas Nasir seraya menunjukkan sebuah spanduk besar bertuliskan Selamat Hari Raya Idul Fitri di pagar GKJ Joyodiningratan.

Semangat kebersamaan itu tak hanya dalam simbol bangunan. Dalam praktek keseharian pun, kedua jemaah itu rupanya seperti kedua tangan yang saling membutuhkan. Ketika menjelang Lebaran, sebagian jemaah gereja dan warga non muslim di sekitarnya menitipkan zakat, serta seperangkat alat salat di Masjid Al Hikmah. Sebaliknya, ketika gereja punya sejumlah program kemanusiaan, para pemuda masjid langsung menyingsikan lengan baju membantunya. “Saat acara buka puasa bersama, sebagian jemaah gereja juga kerap membantu makanan dan minuman untuk buka puasa kami,” terangnya.

Inilah potret kebersamaan jemaah GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah sejak berpuluh-puluh tahun silam. Kini, ketika kerukunan antarumat beragama di sejumlah daerah kerap terkoyak, dua bangunan cagar budaya itu tetap menjadi saksi betapa hidup berdampingan dalam perbedaan adalah keindahan. Untuk mengenang kerukunan yang tak ternilai harganya itulah, para sesepuh GKJ Joyodingratan dan Masjid Al Hikmah menancapkan sebongkah prasasti menyerupai tugu Lilin di sepetak lahan di antara dua tempat ibadah itu. “Tugu inilah yang akan selalu mengingatkan kami betapa para sesepuh kami dulu ternyata sudah memiliki sikap toleransi beragama,” sahut Bambang Wirawan, Majelis GKJ Joyodingratan dalam sebuah kesempatan terpisah.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More